Pada perkampungan nelayan Pantai Air Manis di Padang, hiduplah seorang janda dengan satu anak lelakinya. Janda itu bernama Mande Rubayah dan anak lelakinya bernama Malin Kundang. Mereka hidup saling menyayangi, dan Malin tumbuh menjadi anak yang rajin. Mande Rubayah bekerja sebagai penjual kue untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari mereka.
Dengan berat hati, Mande Rubayah memberikan izin Malin untuk pergi merantau. Setelah kepergian Malin, waktu terasa sangat berat dan lama. Setiap hari ia menanti kedatangan Malin sambil melihat ke arah laut. Ketika ada kapal yang mendarat, Mande selalu menanyakan kabar anaknya kepada Nahkoda dan awak kapal. Namun, belum ada kabar tentang Malin Kundang.
Waktu berlalu, Mande Rubayah mendapatkan kabar bahwa Malin telah memiliki istri cantik dan putri seorang bangsawan. Mande Rubayah yang sudah semakin tua merasa sangat senang dan berharap Malin segera mengunjunginya. Tibalah saatnya, sebuah kapal mewah merapat di perkampungan Mandeh. Di anjungan kapal berdiri sepasang anak muda dengan pakaian yang berkilau.
Melihat pemuda itu, Mandeh sangat yakin bila itu adalah anak lelakinya. Segeralah Mandeh merangkul anak lelakinya yang sangat dirindukan. Malin sangat terkejut dengan ada wanita tua yang berpakian compang – camping merangkulnya. Isteri Malin juga sangat terkejut dan tidak percaya bahwa wanita tua itu adalah ibunya.
“Apakah wanita jelek ini ibumu?” tanya isteri Malin dengan ekspresi jijik
“Bukankah dulu kau bilang kepadaku bahwa ibumu juga seorang bangsawan yang sama denganku.” kata Isteri Malin keheranan
Mendengar pertanyaan isterinya yang seperti itu, Malin langsung mendorong ibunya hingga jatuh ke lantai. “Bukan, dia bukanlah ibuku.” kata Maling. Mendengar perkataan Malin, Mande segera berkata dan meyakinkan Malin bahwa dia adalah ibunya.
Malin sangat takut dan kacau dengan perkataan isterinya, sehingga ia tidak memperdulikan ibunya. Semua orang terkejut melihat kejadian itu, Ibu Malin sangat sedih dan terluka. Ia jatuh pingsan dan ketika sadar sudah tidak ada kapal dan gerombolan orang seperti sediakala. Dengan menatap penuh kesedihan melihat kapal maling pergi menjauh, Ibu Malin berkata “Ya Tuhan, apabila dia bukan anakku aku maafkan. Namun, jika dia benar anakku aku meminta keadilan dari-MU.”
Seketika itu, terjadi cuaca menjadi buruk hingga badai dan petir menghantam kapal Malin dan rombongan. Akhirnya, kapal itu hancur berkeping – keping dan terseret hingga ke pantai. Keesokan hari, tampak kepingan kapal Malin yang menjadi batu, dan tidak jauh dari situ juga nampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh seorang manusia.
Komentar
Posting Komentar